Kamis, 28 Juni 2012

Budaya Malu Luntur, Karakter Bangsa Tersungkur

Ya Budaya Malu, Malu yang saya maksud disini adalah Malu terhadap segala tindak laku salah yang dilakukan seseorang. Memang siapa yang tidak mengetahui kalau Negara Indonesia adalah negara yang mempunyai karakter penduduk yang ramah tamah, bahkan dunia pun mengakui hal itu. Jelas sekali jika Indonesia menganut budaya ketimuran yang didalamnya juga ada Budaya Malu atau yang bisa disebut dalam bahasa di daerah saya yaitu Budaya Isin, Tapi mungkin budaya tersebut cukup berlaku di jaman dulu saja bukan untuk kehidupan sekarang yang apakah semakin tergerus dengan adanya modernisasi. Dalam dunia pendidikan memang sudah ditanamkan pendidikan moral yang diharapkan bisa diintegrasikan kedalam kehidupan sehari-sehari sehingga dapat membentuk karakter bangsa yang berbudi luhur dan turut melestarikan adanya budaya timur yang kita anut. Namun pada kenyataannya saat ini Indonesia mengalami krisis global dalam hal nilai-nilai moral dan tanggung jawab. 


Budaya malu juga sudah ditinggalkan oleh (maaf) para wakil rakyat kita yang seharusnya mempunyai tanggungjawab untuk memberikan kualitas hidup rakyatnya secara baik, Semisal contohnya adalah ketika terjadi kecelakaan yang banyak merengut jiwa, alih-alih merasa bersalah dan mau bertanggung jawab, para menteri justru sibuk menghindar serta saling menyalahkan dan masih duduk-duduk tenang di kursi empuk tanpa seperti tak ada beban. Jangankan masalah seperti itu, Para wakil rakyat kita memang sudah tidak mengenal lagi apa itu malu dan kenapa harus malu, tak jarang ketika sedang mengikuti rapat paripurna seorang anggota DPR berbincang-bincang dengan lugas dan entah apa yang dibicarakan, mungkin mereka sedang membicarakan bagaimana kelanjutan episode sinetron Putri Yang Ditukar atau sedang berdiskusi kapan mereka naik gaji, hehehe maap saya sedikit berfantasi liar :P, bukan itu saja banyak yang menjadikan meja didepannya ibarat bantal empuk yang bisa mengantar ke alam mimpi, bahkan parahnya masih saja yang sempat-sempatnya sibuk dengan gadget mewahnya yang ternyata sedang menyaksikan video yang kurang pantas dilakukan oleh seorang wakil rakyat yang memang menjadi panutan rakyat. Dengan adanya kenyataan seperti itu anggota DPR tersebut masih saja berdalih kalau beliau tidak sengaja mendapat kiriman video tersebut dari orang lain, Nah Lucu bukan? Dimana sikap malu beliau atas perbuatannya? Mereka-mereka yang terhormat duduk di kursi empuk itu, ruangan mewah nan ber-ac itu, segala fasilitas yang tidak sederhana itu dibayar untuk membela dan mewakili rakyat untuk menyampaikan aspirasi di kehidupan bernegara ini, Tapi apa yang mereka lakukan? Dari Memakan uang rakyat di segala proyek negara sampai menerima sidejob dalam bentuk suap yang mempunyai fungsi bungkam mulut atas borok seseorang. Persepsi para menteri selalu berkilah jika jabatan itu adalah kepercayaan, amanah dari presiden. Maka kalau presidennya tak mencopot dia merasa aman dan tak merasa malu sehingga terus menjabat. 
Kita juga harus bercermin kepada negara-negara yang sukses melestarikan budaya malu di kehidupannya, misalnya di Korea salah satu menterinya telah mengundurkan diri hanya karena beberapa kali terjadi listrik padam, itupun juga tidak setiap hari. Bayangkan dengan Indonesia yang daerahnya sering pemadaman listrik bergilir seperti didaerah saya? Hihihi, menteri tersebut berfikir kalau beliau sudah gagal dalam pertanggungjawaban atas kinerjanya selama ini, sehingga beliau malu dan akhirnya mengambil langkah yang beliau rasa tepat yaitu pengunduran diri, Sedangkan di Negara Sakura saya sempat baca dikoran saat tempo hari, jika menteri rekonstruksi di Negara tersebut mengundurkan diri dengan alasan yang bisa jadi alasan sepele dan sering terjadi di Indonesia yaitu dia mengeluarkan pernyataan yang dianggap meresahkan kalau kota yang dilanda bencana sebagau kota kematian. Pernyataan tersebut menuai pro kontra yang membuat menteri tersebut merasa bersalah yang berujung pengunduran diri dari Jabatannya, Bandingkan saja dengan Indonesia yang kerap kali adanya statement-statement negatif tapi si pembuat statement negatif itu masih dengan bangganya senyam senyum sana sini seperti bayi baru lahir yang tak berdosa dan masang wajah inonsen. Memang sih mereka yang terhormat seringkali juga melontarkan secuil pernyataan maaf yang lebih terkesan basa-basi. Dengan adanya fakta tersebut memang harus saya akui jika Budaya Malu di Jepang masih melekat pada diri rakyatnya.


Lain di Jepang, Lain lagi di selandia Baru. Suatu ketika malam saya bersama keluarga saya sedang menyaksikan tayangan Dunia dalam Berita yang beroperasi di Televisi Nasional, dalam berita tersebut memberitakan seorang menteri juga (saya lupa menteri apa hehehe) mengundurkan diri atas jabatannya. Dia mengaku pernah membeli anggur seharga 1000 dollar dengan menggunakan kartu kredit dinasnya. Karena adanya rasa malu yang beliau beripikir rasanya tak pantas saja seorang menteri mendzalimi kepercayaannya, Nah Bagaimana di Indonesia? Jangankan hanya shopping yang menggunakan uang dinas, berplesir di Luar negeri pun yang notabene menggunakan uang negara pun masih dengan bangganya senyum sana senyum sini, lagi-lagi wajah innonsen -_-. Ya memang beberapa waktu lalu kan sunter dikabarkan bahwa beberapa menteri ditugaskan untuk pergi keluar negeri untuk menjalankan tugas negara, tapi apa yang mereka lakukan? Mereka memboyong seluruh anggota keluarganya untuk berlibur di negara yang mereka tugaskan. Padahal tugasnya hanya kisaran beberapa jam namun uang dinas yang mereka kantongi cukup untuk berlibur beberapa hari disana, sungguh ironis keadaan negara kita. Tidak malukah mereka melakukan kehidupan hedonis dengan uang negara? Hmm sungguh pertanyaan yang butuh saya dengar jawabannya langsung dari mereka heheheh.

Budaya tak tahu malu juga bukan hanya melanda para pejabat melainkan rakyat biasa juga, tak jarang kita melihat banyak orang tua yang mendidik anaknya untuk mengemis di pinggir traffic light. Mereka dengan tidak malunya berharap recehan dari para pengguna jalan padahal jika kita lihat fisik mereka masih kuat untuk mencari nafkah yang benar-benar baik, ingat mengemis bukanlah ajang untuk mencari nafkah. Satu lagi Permasalahan seperti ini juga menjadi PR bagi para wakil rakyat kita. 
***
Contoh sedikit diatas mungkin yang masih tersorot media, sebetulnya mungkin masih ada banyak contoh-contoh tak tau malu yang memang tidak tersorot khalayak. Budaya Malu harus ditumbuhkan lagi ditengah masyarakat kita, mungkin sudah saatnya koruptor yang terbukti diarak dijalan dengan tulisan “Wahai Rakyatku,saya pernah kaya loh berkat kalian” hehehe serta yang perlu digarisbawahi adalah menumbuhkan Budaya Malu bukan hanya tugas para guru disekolah atau hanya memasukkan karakter bangsa yang budipekerti tetapi tugas seluruh bangsa ini, sehingga Bangsa Indonesia akan semakin disegani di mata Dunia, dan gelar Negara terkorup juga akan luntur sehingga tidak ada yang namanya “Korupsi adalah hal palingIndonesia”. Bangun karakter bangsa ini sebaik mungkin mulai dari diri kita sendiri J
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...